Laman

BDM (Bandung Death Metal)

Minggu, 31 Juli 2011

Interview Man Jasad LIVE


                 MAN JASAD
silahakan liat video dibawah ini
 lumayan buat nambah ilmu

KARINDING ATTACK - HAMPURA EMA part 2

SUNDA LANGUAGE

timimiti gumelan ka alam dunya...
rumasa kuring rumasa..
ngan saukur jadi ririwit..
nu ngararujit..
saukur nyusahken ema...

saumur nyuyuhen hulu...
ti ker letik di inuman ci susu..
rumasa geus gede ngumbat nafsu..
kiwari jadi kawangsul...

hampura kuring ngalcuhken ema..
hampura kuring .... ema..
hampura kuring ngarusak ema...
hampura kuring nyiksa kanu jadi ema

hampura...
hapmura..
hampura...

Kamis, 28 Juli 2011

Abah Olot Melestarikan Karinding

Abah olot
    Endang Sugriwa alias Abah Olot meyakini, alat musik tradisional sebagai bagian dari kebudayaan suatu suku atau bangsa harus dilestarikan. Ini demi kebertahanan identitas masyarakat suku atau bangsa tersebut. Tahun 2003, ketika karinding, alat musik tradisional Sunda, dikabarkan punah, ia terperangah. ”Saya punya tanggung jawab,” katanya.
Abah Olot merasa berkewajiban mencegah kepunahan karinding. Sejak dari kakek buyutnya, keahlian membuat dan memainkan karinding diwariskan dalam keluarga. Ia lalu meninggalkan pekerjaannya sebagai perajin mebel kayu dan bambu di Cipacing, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ia kembali untuk menekuni warisan keluarga.
”Saya generasi selanjutnya yang mewarisi keahlian itu setelah ayah saya (Abah Entang) tidak bisa lagi membuat karinding karena matanya rabun,” kata Abah Olot di Desa Cimanggung, Kecamatan Parakan Muncang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Di rumah bambu itu, Abah Olot dibantu lima perajin membuat karinding dan alat musik lain berbahan bambu. Pada ambin di teras rumah tersimpan seperangkat instrumen, berupa celempung (sejenis kecapi), toleat (seperti seruling), dan kokol (mirip kulintang). Instrumen itu digunakan grup musik tradisional Giri Kerenceng pimpinan Abah Olot.
Semua alat musik tradisional itu hampir punah. Namun, yang menjadi perhatian utamanya adalah karinding. Alasannya, hanya sedikit warga yang bisa membuat karinding.
Karinding mulanya terbuat dari pelepah aren dengan panjang 10-20 sentimeter. Namun dalam perkembangannya, pelepah aren semakin langka karena banyak warga yang menebangi pohon aren. Alasan mereka, pohon itu tidak lagi berbuah. Maka dari itu, pelepah aren pun terbuang, tidak sempat tua dan mengering.
Bambu lalu menjadi bahan utama karinding. Syaratnya, umur bambu minimal dua tahun. Bambu dipotong, dihaluskan, dan dibagi menjadi tiga ruas.
Ruas pertama menjadi tempat mengetuk karinding dan menimbulkan getaran di ruas tengah. Di ruas tengah ada bagian bambu yang dipotong hingga bergetar saat karinding diketuk dengan jari. Agar bisa menimbulkan suara, ruas tengah karinding diletakkan di mulut, diapit bibir atas dan bawah.
Sekilas bunyi karinding serupa lengkingan serangga di sawah. Bunyi itu berasal dari resonansi di mulut saat karinding digetarkan. Untuk mengatur tinggi-rendah nada, pemain harus lincah mengatur napas dan ketukan jari. Alat semacam itu juga ada di Bali, disebut genggong. Namun, cara memainkannya berbeda. Genggong ditarik benang.
Abah Olot bercerita, karinding mulai jarang dimainkan selepas tahun 1970-an. Maraknya alat musik modern memengaruhi selera musik masyarakat sampai ke kampung. Karinding, yang dahulu sering dimainkan pada acara pernikahan atau sunatan, mulai menghilang.
Tahun 1940-1960-an, karinding akrab dalam kehidupan masyarakat Sunda. Karinding dimainkan untuk menghibur petani seusai memanen padi atau saat menjemur hasil panen. Malam harinya karinding dimainkan sebagai wujud sukacita atas hasil panen.
”Karinding juga dimainkan petani saat menjaga sawah. Serangga sawah menyingkir apabila karinding berbunyi,” katanya.
Memasuki era 1990-an, karinding seperti ditelan bumi. Minimnya publikasi tentang karinding menjadi salah satu faktor redupnya alat musik tradisional itu. Karinding hanya lestari dalam sejumlah kecil keluarga, termasuk keluarga Abah Olot.
Sejak usia 7 tahun, Abah Olot belajar memainkan dan membuat karinding dari ayah dan pamannya. Keahlian itu dia tinggalkan saat beranjak dewasa. Abah Olot sempat menjadi pengojek dan perajin mebel sebelum meneruskan warisan keahlian keluarga.
”Istilahnya ulah kasilih ku junti, jangan melupakan adat-istiadat,” katanya.
Mulai bangkit
Namun, membangkitkan karinding tak mudah. Bunyi karinding dianggap tak sesuai dengan perkembangan musik. Saat awal membuat karinding, Abah Olot memberikan cuma-cuma kepada siapa pun yang mau menerima.
Ajakannya kepada pemuda di kampung untuk memainkan karinding ditolak. ”Orang tua dan anak muda beranggapan tak ada gunanya memainkan karinding,” katanya.
Namun, Abah Olot terus mempromosikan karinding ke berbagai daerah. Tahun 2008, pada perayaan ulang tahun Kota Bandung, dia bertemu komunitas kreatif kaum muda Bandung yang tergabung dalam Commonrooms.
”Mereka minta suplai karinding untuk dimainkan di depan publik,” kata Abah Olot.
Pada tahun yang sama dibentuk kelompok musik Karinding Attack beranggota delapan orang. Personel Karinding Attack bukan seniman tradisional Sunda. Mereka berasal dari komunitas musik underground dan death metal yang sering dianggap ”budak baong” (anak nakal). Abah Olot justru mengajari mereka memainkan karinding.
Hasilnya, pada berbagai pertunjukan musik cadas dan punk, seperti Bandung Deathmetal Festival pada Oktober 2009, karinding turut tampil. Bermula dari komunitas death metal, karinding mulai populer di kalangan kaum muda.
Banyak di antara mereka lalu tertarik dan ingin belajar memainkan karinding. Maka, setiap Rabu dan Jumat, di tempat Abah Olot dibuka latihan bagi mereka yang ingin belajar karinding.
Kini, satu karinding dihargai Rp 50.000. Pesanan karinding mulai mengalir, bahkan pernah dalam sepekan Abah Olot harus memenuhi pesanan 100 karinding.
Alat musik tradisional yang sempat dikhawatirkan punah itu kembali mewabah. Hampir semua daerah di Jawa Barat mempunyai kelompok musik karinding. Pemainnya bukan orang tua, tetapi anak muda dengan kreasi lagu modern.
Nama kelompok mereka pun ”segar”, seperti Markipat (kependekan dari Mari Kita Merapat), Karmila (singkatan dari Karinding Militan), Republik Batujajar dari Kabupaten Bandung Barat, dan Karinding Skateboard yang dimainkan komunitas skateboard.
Karinding juga dimainkan dalam Bandung World Jazz Festival, Desember 2009. Meski bisa dikatakan tidak lagi dimainkan di sawah, karinding justru mencuat pada festival jazz dunia diiringi musik elektrik dan instrumen modern, seperti gitar, terompet, dan drum. Maka, mengalunlah lagu-lagu Sunda dalam harmoni jazz dan karinding.
Di balik semaraknya kembali karinding, ada Abah Olot yang tetap setia di ”bengkelnya”. Dia tetap tekun menghaluskan bambu dan menjaga identitas masyarakat Sunda.

Karinding Attack, Band Yang Melestarikan Budaya Sunda

Karinding, Seni Sunda Yang Menggeliat. Pada awalnya saya mengenal alat musik sunda itu, suling, gamelan, calung, angklung dan kendang. Ternyata masih banyak khazanah kesenian dan alat-alat musik sunda yang beredar tetapi tidak terpublikasi dan tidak diajarkan sewaktu sekolah. Saat ini, ada suatu group musik underground dan lumayan keren yang menggunakan alat musik ini sebagai alat musik utama. yaitu  ‘Karinding Attack”. Karinding sendiri terbuat dari bambu tua dan kering atau dari pelepah aren, alat musik tradisional yang dikategorikan sebagai permainan rakyat ini konon sudah ada di tanah Sunda sejak 300 tahun lalu. Karinding hanya bisa dimainkan dalam satu kunci nada yang dibunyikannya dengan meniup dan menggerakan bagian ujung. 


"Jika hanya kunci F maka F saja, jika kunci G ya G saja," jelas Dedi (42) dari Komunitas Hong dalam workshop karinding di even Bandung Kotaku Hijau, Lapangan Tegallega dari Sabtu-Minggu (2-3/8/2008).
Jika akan memainkan nada lainnya, lanjut Dedi, pemain karinding cukup mengatur pernafasan.

sebenarnya sekarang banyak kelompok Karinding semakin bertebaran. Namun, kebanyakan semua kelompok Karinding kurang mensosialisasikan alat musik yang cukup unik tersebut atau hanya dijadikan suatu hobi saja. namun, ditengah hal tersebut "Karinding Attack" muncull sebagai grup musik yang mensosialisasikan alat musik karinding dan membawa warna baru pada musik tradisional ini. Kerinding Attack menyatukan musik Karinding dengan musik Metal atau cadas. Sehingga timbul suatu musik yang unik yang enak didengar. Karinding Attack sendiri lebih memilih berkolaborasi dengan musik Metal karena background para personilnya yang berasal dari band-band metal yang cukup terkenal di Kota Bandung seperti "Man Jasad". berikut personil dari Karinding Attack:

Iman Zimbot : Toleat, Suling, Voice
Man Jasad : Karinding and voice
Mang Utun : Karinding
Kimung Core : Karinding and Celempung
Ameng GB : Karinding
Hendra : Karinding and Celempung
Okid Gugat : Karinding
Wisnu Jawis : Karinding



gambar karinding

Karinding Attack sendiri sudah tampil dibeberapa even musik di Kota Bandung. Salah satunya ketika pergelaran musik Underground, ‘karinding attack’ menyerang dari sisi lain. Ditengah musik-musik cadas, karinding attack muncul. selain itu karinding attack juga pernah berkolaborasi dengan beberapa band metal. Salahsatunya adalah burgerkill. Ternyata musik tradisional itu tidak selamanya norak dam ketinggalan jaman. tetapi ternyata bisa maju terus dan tetep berkarya di dunia musik Indonesia. Maju terus Karinding Attack! dan Yuuu mari kita ngarinding bareng!!